- Themes : Versi 1.1 Beta Themes BB CV 8520
- Lisensi : Free
- Download : Klik Download Lalu Unduh dan instal langsung ke BlackBerry Kamu
- Screen :
Untuk BlackBerry OS7 Download DisiniJika Kamu Berhasil Download Mohon Berikan Informasi melalui: 085 434 545 609
Bira Beach
History Phinisi
Phinisi Tana Beru
Showing posts with label Bira Beach. Show all posts
Showing posts with label Bira Beach. Show all posts
8:55 PM
Download Gratis Theme BlackBerry Tanjung Bira [Curve Gemini 8520/8530]
Download Gratis Theme BlackBerry Tanjung Bira [Curve Gemini 8520/8530]
5:57 PM
Kali ini Kami akan berbagi Themes Gratis yang Bertemakan Tanjung
Bira, Tanjung Bira sendiri adalah salah satu Obyek wisata yang ada di Kab.Bulukumba Sulawesi Selatan
Deskripsi :
Download Gratis Themes BlackBerry Tanjung Bira
Deskripsi :
- Home Screen : terdapat 4 gambar yang secara slideshow akan terganti setiap 10 detik
- Cara Instal : Anda akan dibawa kehalaman baru, sebab kami menggunakan hosting, jika halaman baru sudah terbuka, klik download atau instal langsung ke BlackBerry Anda
- Themes : Versi Beta 1.1 OS7 9320 / 9220
- Screen Shot :
11:14 PM
Pada sekitar tahun 1974, ada seorang
peneliti dari Australia yang meneliti biota laut di Tanjung Bira dan
sekiatrnya. Sang peneliti tersebut tinggal selama enam bulan di Tanjung
Bira, dan ternyata dia tak hanya sukses meneliti biota laut di daerah
tersebut, tetapi juga menghasilkan sebuah penemuan yang tak pernah
terduga sebelumnya. Yang oleh masyarakat Bira sendiri tak mengetahui
adanya sebuah proses yang telah terjadi selama ratusan tahun di pantai
Tanjung Bira.
Pasir Tanjung Bira, Bukan Pasir Biasa Seperti di Kuta
Penemuan tersebut ialah tentang pasir yang terhampar di sepanjang pantai
Tanjung Bira. Bahwa pasir yang menutupi permukaan sepanjang pesisir
pantai, sesungguhnya bukanlah pasir asli, sebagaimana pasir yang
terdapat di Pantai Kuta, Bali. Pasir yang ada di Bira, sesungguhnya
adalah hasil kikisan batu karang di dasar laut selama ratusan tahun.
Kikisan batu karang ini kemudian mengapung di permukaan laut, lalu
dibawa obak ke pesisir, kemudian pesisir Pantai Bira ini pun akhirnya
tertutup hasil kikisan karang. Istimewanya, karena pasir dari kikisan
karang ini terasa dingin meskipun ditimpa panas terik matahari. Meskipun
jam 12.00 siang, pasir Bira tetap saja dingin.
Dalam bahasa Konjo orang Bira disebut kacima’.
Dalam bahasa Konjo orang Bira disebut kacima’.
Nah, karena dinginnya pasir Bira inilah yang membuat para turis asing
senang ke Bira. Selain juga banyak wisata Budaya yang bisa disaksikan di
sekitar Bira, misalnya penenun sarung Bira, Ammatowa di Kajang, Pinisi
milik orang Bira dan beberapa objek wisata lainnya. Dan dari Bira, jarak
ke Toraja sudah tidak terlalu jauh.
Alasan utama turis asing datang ke daerah tropis seperti di Indonesia,
ialah untuk mengubah warnah kulit mereka menjadi cokelat. Mengubah warna
kulit itulah mereka butuh tempat berjemur di pantai untuk waktu
tertentu. Bedanya dengan Bali, bila turis berjemur di Kuta Bali 14 hari,
maka di Bira cukup berjemur 7 hari. Mengapa ? Sebab di Bira turis bisa
berjemur dari pagi sampai sore, sedang di Bali waktu berjemur tiap hari
terbatas karena panasnya pasir Kuta yang tak bisa ditahan. Turis di Kuta
hanya bisa berjemur pada pagi dan sore hari.
Bagaimana prosesnya hingga terjadi kikisan karang di dasar laut ?
Hamparan laut yang terletak di antara pulau Selayar dengan Tanjung Bira,
di tengah-tengahnya terdapat lubang yang menganga lebar menuju dasar
bumi. Lubang ini menjadi pusaran air laut. Dan sudah demikian banyak
kapal dan perahu yang tenggelem dan tertelan disitu. Pada peta Amerika
Serikat, di titik pusaran ini memang diberi titik merah sebagai tanda
bahaya. Pusaran ini sepertinya sebagai miniatur segi tiga bermuda. Orang
masyarakat setempat, tempat tersebut disebut ujungia.
Nah, arus pusaran air laut yang berputar seolah mengelilingi sumbunya
inilah, yang kemudian menghasilkan kikisan karang dalam waktu yang lama,
dan kikisan karang itulah yang kini menjadi pasir Tanjung Bira.
11:10 PM
Dari Bira Merangkai Nusantara
Ribuan kapal kayu yang bersandar di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta,
ataupun Kalimas, Surabaya, konon merupakan warisan keahlian Sawerigading
membuat kapal.
Syahdan, kapal yang ditinggalkan Sawerigading, tokoh sentral mitologi Sulawesi Selatan, pecah digulung laut. Lambung kapal terdampar di Desa Ara. Haluan dan buritannya terdampar di Desa Lemo-lemo. Lunas, kemudi, dan layarnya terdampar di Desa Bira. Tiga desa di Semenanjung Bira, Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, itu kemudian tersohor sebagai pembuat pinisi.
”Orang Bira mendapat pusaka layar dan kemudi sehingga menjadi pelaut hebat. Sepintar-pintarnya orang membuat lambung, tidak akan lebih bagus pekerjaannya daripada lambung buatan orang Ara. Kami orang Lemo-lemo membuat haluan dan buritan meski sekarang kami juga menjadi pelaut,” kata Haji Abdullah (49), pemilik galangan kapal.
Saat itu, 15 Januari, ia menuturkan kembali mitologi itu di galangannya yang berada di Pantai Tanah Beru, pesisir barat Semenanjung Bira, sekitar 23 kilometer arah tenggara dari ibu kota Kabupaten Bulukumba.
Mitologi itu menuntun jalan hidup orang Ara, Lemo-lemo, dan Bira. Seorang Ara seperti Yusman (17) telah meninggalkan sekolahnya, dan kini belajar menjadi punggawa atau pembuat pinisi. Ia magang mengikuti pamannya, Baso (35), kepala punggawa di galangan Abdullah.
”Saya tinggalkan sekolah sejak kelas IV SD,” tutur Yusman sambil menaruh potongan kayu kandole di pelataran galangan, di antara hamparan serbuk dan serpihan kayu di belakang buritan pinisi garapan Abdullah.
Parangnya membelah kayu, membentuknya menjadi pasak-pasak berdiameter 3 sentimeter. Pasak-pasak Yusman akan merangkai papan kayu membentuk lambung kapal pinisi sepanjang 37,5 meter.
Yusman bekerja dalam diam, mengikuti irama suara ombak yang bersahutan dengan dengungan ketam listrik, mesin ampelas, dan dentam pahat beradu palu. Baso tersenyum memandangi Yusman.
Melanjutkan tradisi Ketekunan Yusman membuat pasak demi pasak itulah yang akan melanjutkan tradisi orang Semenanjung Bira sebagai pembuat pinisi. Di tangan mereka kapal kayu dengan dua tiang berikut tujuh layar itu bukan sekadar teks sejarah meski legenda pinisi memiliki catatan panjang.
Selama ratusan tahun pinisi menjadi alat perlawanan saudagar pribumi dalam menghadapi monopoli perdagangan Serikat Dagang Hindia Timur Belanda (VOC). Bentuk asli pinisi tipe padewakang (disebut juga paduakang) yang ramping menjadikannya kapal yang gesit, dengan daya jelajah yang jauh. Dengan padewakang itulah para pelaut Bira menyelinap di antara kapal patroli VOC, mengacak-acak monopoli perdagangan rempah-rempah Maluku.
Pada awal abad ke-18 para pelaut Bira menakhodai pinisi padewakang hingga ke pantai utara Australia demi memburu teripang kualitas terbaik. Padewakang yang mampu membawa muatan hingga 140 ton berkeliling menghimpun barang dari berbagai pelosok Nusantara; rotan, lilin, agar-agar, sirip hiu, kulit, daging kering, kulit penyu, sarang burung, dan tikar rotan; dan menjualnya kepada saudagar kapal jung dari China.
Guncangan politik lokal tahun 1950-an, kelangkaan kayu, dan perkembangan teknologi kapal motor membuat kejayaan Semenanjung Bira memudar. Namun, punggawa Semenanjung Bira menolak menyerah.
Thomas Gibson dalam bukunya, Kekuasaan Raja, Syaikh, dan Ambtenaar-Pengetahuan Simbolik & Kekuasaan Tradisional Makassar 1300–2000 (Penerbit Ininnawa, 2009), mengurai diaspora tukang kapal Desa Ara dan Lemo-lemo yang meninggalkan Semenanjung Bira demi melanjutkan jalan hidup mereka sebagai punggawa pinisi.
Menurut Gibson, punggawa Desa Lemo-lemo sejak awal abad ke-19 mulai meninggalkan Semenanjung Bira, punggawa pinisi di mana-mana. ”(Sementara) para pembuat perahu Desa Ara (hingga awal 1950-an tetap) bergantung kepada saudagar kaya di Bira … (Namun) pemberontakan Darul Islam (membuat) pangkalan perahu di Bira dan Bone ditutup … Para punggawa (Desa Ara) mulai (pergi dan) membuka kontak dengan saudagar Tionghoa di seluruh Indonesia. Mereka kembali ke Ara, merekrut awak pembuat kapal (yang lantas dibawa ke) tempat para pemesan. Di Pulau Laut, Kalimantan Selatan, dibangun perahu yang bobotnya hingga 600 ton,” tulis Gibson.
Gibson mencatat, pada 1988 koloni orang Ara tersebar di Indonesia. Mulai dari Jampea, Selayar, Sulawesi Selatan; Merauke dan Sorong di Papua; Kupang di Nusa Tenggara Timur; Ambon dan Ternate di Kepulauan Maluku; Tarakan, Balikpapan, Batu Licin, Kota Baru, Banjarmasin, Sampit, Kuala Pembuangan, Kumai, dan Pontianak di Kalimantan; Jakarta; Surabaya; hingga Belitung, Palembang, dan Jambi di Sumatera.
Dari tangan punggawa Desa Ara—pewaris keahlian Sawerigading membuat kapal—lahir puluhan ribu kapal layar motor atau kapal motor kayu pelayaran rakyat dari berbagai penjuru Tanah Air. Ribuan kapal kayu yang tengah bersandar di Sunda Kelapa dan Kalimas menantang gelombang melayari perairan Nusantara.
”Begitu banyak galangan kapal pelayaran rakyat, pembuatnya orang Semenanjung Bira. Sayangnya, pelayaran rakyat dengan kapal kayu itu menyusut seiring berbelitnya tata niaga kayu. Mirip dengan berkurangnya galangan pinisi di Semenanjung Bira yang juga disebabkan kelangkaan kayu,” ujar pemilik galangan pinisi, Andi Ahmad Nur.
Meski menyusut, pelayaran rakyat masih melanjutkan tradisi pinisi padewekang sebagai ”pelayaran di luar sistem”. Kapal kayu itu—sekarang didominasi kapal motor tanpa layar—menembus pulau yang tak terjangkau kapal pelayaran nasional. Mereka mengangkut beras, sapi, semen, bahkan surat suara pemilihan umum ke pulau paling terpencil sekalipun, melanjutkan tradisinya, yaitu merangkai Nusantara.
Syahdan, kapal yang ditinggalkan Sawerigading, tokoh sentral mitologi Sulawesi Selatan, pecah digulung laut. Lambung kapal terdampar di Desa Ara. Haluan dan buritannya terdampar di Desa Lemo-lemo. Lunas, kemudi, dan layarnya terdampar di Desa Bira. Tiga desa di Semenanjung Bira, Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, itu kemudian tersohor sebagai pembuat pinisi.
”Orang Bira mendapat pusaka layar dan kemudi sehingga menjadi pelaut hebat. Sepintar-pintarnya orang membuat lambung, tidak akan lebih bagus pekerjaannya daripada lambung buatan orang Ara. Kami orang Lemo-lemo membuat haluan dan buritan meski sekarang kami juga menjadi pelaut,” kata Haji Abdullah (49), pemilik galangan kapal.
Saat itu, 15 Januari, ia menuturkan kembali mitologi itu di galangannya yang berada di Pantai Tanah Beru, pesisir barat Semenanjung Bira, sekitar 23 kilometer arah tenggara dari ibu kota Kabupaten Bulukumba.
Mitologi itu menuntun jalan hidup orang Ara, Lemo-lemo, dan Bira. Seorang Ara seperti Yusman (17) telah meninggalkan sekolahnya, dan kini belajar menjadi punggawa atau pembuat pinisi. Ia magang mengikuti pamannya, Baso (35), kepala punggawa di galangan Abdullah.
”Saya tinggalkan sekolah sejak kelas IV SD,” tutur Yusman sambil menaruh potongan kayu kandole di pelataran galangan, di antara hamparan serbuk dan serpihan kayu di belakang buritan pinisi garapan Abdullah.
Parangnya membelah kayu, membentuknya menjadi pasak-pasak berdiameter 3 sentimeter. Pasak-pasak Yusman akan merangkai papan kayu membentuk lambung kapal pinisi sepanjang 37,5 meter.
Yusman bekerja dalam diam, mengikuti irama suara ombak yang bersahutan dengan dengungan ketam listrik, mesin ampelas, dan dentam pahat beradu palu. Baso tersenyum memandangi Yusman.
Melanjutkan tradisi Ketekunan Yusman membuat pasak demi pasak itulah yang akan melanjutkan tradisi orang Semenanjung Bira sebagai pembuat pinisi. Di tangan mereka kapal kayu dengan dua tiang berikut tujuh layar itu bukan sekadar teks sejarah meski legenda pinisi memiliki catatan panjang.
Selama ratusan tahun pinisi menjadi alat perlawanan saudagar pribumi dalam menghadapi monopoli perdagangan Serikat Dagang Hindia Timur Belanda (VOC). Bentuk asli pinisi tipe padewakang (disebut juga paduakang) yang ramping menjadikannya kapal yang gesit, dengan daya jelajah yang jauh. Dengan padewakang itulah para pelaut Bira menyelinap di antara kapal patroli VOC, mengacak-acak monopoli perdagangan rempah-rempah Maluku.
Pada awal abad ke-18 para pelaut Bira menakhodai pinisi padewakang hingga ke pantai utara Australia demi memburu teripang kualitas terbaik. Padewakang yang mampu membawa muatan hingga 140 ton berkeliling menghimpun barang dari berbagai pelosok Nusantara; rotan, lilin, agar-agar, sirip hiu, kulit, daging kering, kulit penyu, sarang burung, dan tikar rotan; dan menjualnya kepada saudagar kapal jung dari China.
Guncangan politik lokal tahun 1950-an, kelangkaan kayu, dan perkembangan teknologi kapal motor membuat kejayaan Semenanjung Bira memudar. Namun, punggawa Semenanjung Bira menolak menyerah.
Thomas Gibson dalam bukunya, Kekuasaan Raja, Syaikh, dan Ambtenaar-Pengetahuan Simbolik & Kekuasaan Tradisional Makassar 1300–2000 (Penerbit Ininnawa, 2009), mengurai diaspora tukang kapal Desa Ara dan Lemo-lemo yang meninggalkan Semenanjung Bira demi melanjutkan jalan hidup mereka sebagai punggawa pinisi.
Menurut Gibson, punggawa Desa Lemo-lemo sejak awal abad ke-19 mulai meninggalkan Semenanjung Bira, punggawa pinisi di mana-mana. ”(Sementara) para pembuat perahu Desa Ara (hingga awal 1950-an tetap) bergantung kepada saudagar kaya di Bira … (Namun) pemberontakan Darul Islam (membuat) pangkalan perahu di Bira dan Bone ditutup … Para punggawa (Desa Ara) mulai (pergi dan) membuka kontak dengan saudagar Tionghoa di seluruh Indonesia. Mereka kembali ke Ara, merekrut awak pembuat kapal (yang lantas dibawa ke) tempat para pemesan. Di Pulau Laut, Kalimantan Selatan, dibangun perahu yang bobotnya hingga 600 ton,” tulis Gibson.
Gibson mencatat, pada 1988 koloni orang Ara tersebar di Indonesia. Mulai dari Jampea, Selayar, Sulawesi Selatan; Merauke dan Sorong di Papua; Kupang di Nusa Tenggara Timur; Ambon dan Ternate di Kepulauan Maluku; Tarakan, Balikpapan, Batu Licin, Kota Baru, Banjarmasin, Sampit, Kuala Pembuangan, Kumai, dan Pontianak di Kalimantan; Jakarta; Surabaya; hingga Belitung, Palembang, dan Jambi di Sumatera.
Dari tangan punggawa Desa Ara—pewaris keahlian Sawerigading membuat kapal—lahir puluhan ribu kapal layar motor atau kapal motor kayu pelayaran rakyat dari berbagai penjuru Tanah Air. Ribuan kapal kayu yang tengah bersandar di Sunda Kelapa dan Kalimas menantang gelombang melayari perairan Nusantara.
”Begitu banyak galangan kapal pelayaran rakyat, pembuatnya orang Semenanjung Bira. Sayangnya, pelayaran rakyat dengan kapal kayu itu menyusut seiring berbelitnya tata niaga kayu. Mirip dengan berkurangnya galangan pinisi di Semenanjung Bira yang juga disebabkan kelangkaan kayu,” ujar pemilik galangan pinisi, Andi Ahmad Nur.
Meski menyusut, pelayaran rakyat masih melanjutkan tradisi pinisi padewekang sebagai ”pelayaran di luar sistem”. Kapal kayu itu—sekarang didominasi kapal motor tanpa layar—menembus pulau yang tak terjangkau kapal pelayaran nasional. Mereka mengangkut beras, sapi, semen, bahkan surat suara pemilihan umum ke pulau paling terpencil sekalipun, melanjutkan tradisinya, yaitu merangkai Nusantara.
10:32 PM
Tanjung Bira adalah salah satu destinasi wisata favorit di
Sulsel. Pesisir pantai ini berjarak sekira 40 kilometer dari pusat kota
Kabupaten Bulukumba. Hamparan pasir putih dan sejumlah fasilitas wisata akan
memanjakan pengunjung. Baik wisatawan domestik maupun manca negara.
Tanjung Bira Menuju Destinasi Wisata Dunia
BIRA merupakan pantai pasir putih yang cukup terkenal. Pantai ini termasuk
pantai yang bersih, tertata rapi, dan
air lautnya jernih. Keindahan dan kenyamanan pantai ini terkenal hingga ke
manca negara. Turis dari pelbagai negara banyak yang berlibur di tempat ini.
Informasi yang dihimpun FAJAR menyebutkan jika potensi
kunjungan wisatawan yang datang ke Tanjung Bira terus mengalami peningkatan
setiap tahunnya. Setidaknya, terdapat 2.500 wisatawan manca negara yang datang
ke Bira pada 2011 lalu. Jumlah itu meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya
mencapai 2.400 wisatawan. Kebanyakan wisatawan asing itu merupakan wisatawan
dari benua Asia dan Eropa.
Tahun ini, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Bulukumba
memprediksi kunjungan wisatawan asing itu akan bertambah tahun ini. Hingga awal
Oktober kemarin, jumlah wisatawan asing yang melancong ke Bira sudah mencapai
2000-an orang. Jumlah ini diprediksi akan meningkat dalam dua bulan terakhir.
Terutama di akhir 2012.
Pantai bira yang sudah terkenal hingga manca negara, terus
dibenahi. Pemerintah Kabupaten Bulukumba berupaya untuk melakukan penataan
secara apik menjadi kawasan wisata yang patut diandalkan. Berbagai sarana sudah
tersedia, seperti hotel, restoran, serta sarana telekomunikasi.
Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Bulukumba, Idham mengatakan, pantai Tanjung Bira akan kembali
dibenahi awal 2013 mendatang. Salah satu yang menjadi fokus pembenahan adalah
armada kebersihan pantai. Selama ini, kata dia, pantai tanjung Bira terkesan
jorok karena armada kebersihan yang memang kurang.
"Tahun depan kita akan fokus membenahi kebersihan
pantai. Kita rencananya akan mengadakan armada pengangkut sampah. Mungkin ada
beberapa mobil sampah yang akan disiapkan," jelas Idham di ruang kerjanya,
kemarin.
Dia menambahkan, saat ini sudah terdapat sekira 44 hotel dan
16 mini bar yang ada areal pantai Bira. Di luar areal pantai Bira terdapat
sedikitnya 24 hotel. Artinya, pelancong yang datang di kawasan pantai Tanjung
Bira bisa menikmati fasilitas sekira 68 hotel dengan tarif hotel yang
bervariasi antara Rp150 ribu hingga Rp750 ribu per malam.
Selain melakukan pembenahan di sektor kebersihan, pihaknya
juga akan melakukan pembinaan terhadap warga sekitar untuk memanfaatkan peluang
bisnis wisata kuliner di kawasan ini. Menurutnya, selama ini, warga masih
monoton menyajikan makanan dan minuman praktis yang sudah lazim. Menurutnya,
para wisatawan yang datang akan semakin tertarik jika disajikan kuliner khas
Bulukumba.
"Sekarang kebanyakan warga hanya menjual makanan siap
saji seperti teh kotak atau sebagainya. Kalau yang seperti ini semuanya sudah
ada. Kita mau yang lebih menarik lagi," jelasnya.
Di Pulau Liukang, yang berada tidak jauh dari Tanjung Bira
juga akan menjadi perhatian pemerintah Kabupaten Bulukumba. Pulau Liukang
adalah salah satu daya tarik wisatawan manca negara dan lokal. Di tempat ini,
para wisatawan dapat melakukan snorkling dan diving. Namun, fasilitas ini masih
terbatas dan perlu di perbanyak.
Dia menambahkan, sarana dan prasarana wisata yang ada di
Tanjung Bira sebenarnya bukan hanya beban dinas kebudayaan dan pariwisata.
Fasilitas-fasiltas ini, juga harus dikerjakan oleh sejumlah dinas-dinas lainnya
di Bulukumba. Salah satunya adalah sarana jalanan yang memadai. Menurutnya,
awal tahun ini, pengunjung ke Bira mengalami penurunan karena kondisi jalan
dari pusat Bulukumba ke Bira rusak. Pertengahan tahun, jalan itu akhirnya
membaik dan wisatawan Bira kembali berdatangan.
"Di sekitar kawasan Bira juga ada jalanan sepanjang 5,6
kilometer. Ini juga perlu dibenahi bersama-sama dengan dinas lain seperti dinas
pekerjaan umum (PU)," kata dia.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Bulukumba, Andi
Nasaruddin Gau mengatakan, meningkatnya kunjungan wisatawan asing ke Pantai
Bira tahun ini tidak terlepas dari bantuan pemerintah provinsi atas perbaikan
jalan poros Bulukumba-Tanjung Bira. Menurutnya, kondisi jalan yang baik sangat
berdampak terhadap tingginya intensitas pengunjung di Bira.
Dia menambahkan, kendala lain yang juga perlu dibenahi di
kawasan Pantai Bira adalah aturan mengenai larangan beredarnya minuman yang
memiliki kadar alkohol di atas lima persen. Artinya, minuman beralkoohol yang
bisa diperjualbelikan di kawasan itu hanya bir saja. Para wisatawan asing, kata
dia, sangat mencari minuman dengan kadar di atas itu.
"Turis kebanyakan mencari kadar alkohol yang lebih
tinggi dari lima persen itu. Mungkin karena itu sudah kebiasaan mereka,"
jelasnya.
12:21 AM
Sebuah perahu phinisi berukuran jumbo kini sudah berada di lautan dan
bersiap-siap mengarungi samudra yang luas. Perahu tradisional khas
Kabupaten Bulukumba itu akan berlayar dari Pantai Panrang Luhu, Desa
Bira, Kecamatan Bontobahari, Bulukumba, menuju Polandia di Eropa.
Ritual Adat Peluncuran Perahu Phinisi Di Tanjung Bira
Perahu phinisi adalah kapal layar tradisional khas asal Indonesia, yang
berasal dari Suku Bugis dan Suku Makassar di Sulawesi Selatan, yang
pembuatannya umumnya dilakukan oleh orang-orang Bulukumba di tepi laut
sebuah desa di Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba.
Kapal ini umumnya memiliki dua tiang layar utama dan tujuh buah layar,
yaitu tiga di ujung depan, dua di depan, dan dua di belakang. Perahu
phinisi umumnya digunakan untuk pengangkutan barang antarpulau. Tujuh
buah layar di perahu phinisi konon melambangkan bahwa nenek moyang
bangsa Indonesia berani dan mampu mengarungi tujuh samudra besar di
dunia.
Meskipun zaman sudah modern bahkan kini kita sudah berada di era
milenium, pembuatan dan peluncuran perahu phinisi hingga kini masih
diwarnai acara ritual adat.
Peluncuran perahu phinisi jumbo berukuran panjang 50 meter, lebar 10
meter, kedalaman 5 meter, serta tonase sekitar 800 - 900 ton, di Pantai
Panrang Luhu, Desa Bira, Kecamatan Bontobahari, Bulukumba, dilakukan
dengan melangsungkan ritual adat pada Selasa malam, 8 November 2011,
disaksikan sejumlah pejabat dan masyarakat Bulukumba.
Haji Baso Muslim yang memimpin pembuatan perahu tersebut menjelaskan,
perahu phinisi yang dibuat atas pesanan dari Polandia dengan harga
pemesanan sekitar Rp 4 miliar itu, kondisinya belum sempurna seratus
persen.
“Belum sempurna, kira-kira baru 75 persen. Selanjutnya akan dikirim ke
Semarang untuk dilengkapi dengan radar, interior, perlengkapan navigasi,
serta kelengkapan lainnya,” jelas Baso Muslim.
Ritual Pembuatan
Biasanya, para pengrajin harus menghitung hari baik untuk memulai
pencarian kayu sebagai bahan baku pembuatan perahu phinisi. Hari baik
itu biasanya jatuh pada hari kelima dan hari ketujuh pada bulan yang
berjalan. Angka 5 (naparilimai dalle’na) yang artinya rezeki sudah di
tangan, sedangkan angka 7 (natujuangngi dalle’na) berarti selalu
memperoleh rezeki. Setelah mendapat hari baik, kepala tukang yang
disebut “punggawa” kemudian memulai memimpin pencarian kayu.
Pada saat peletakan lunas, juga harus disertai prosesi khusus. Saat
dilakukan pemotongan, lunas diletakkan menghadap Timur Laut. Balok lunas
bagian depan merupakan simbol lelaki. Sedang balok lunas bagian
belakang diartikan sebagai simbol wanita. Usai dimanterai, bagian yang
akan dipotong ditandai dengan pahat. Pemotongan yang dilakukan dengan
gergaji harus dilakukan sekaligus tanpa boleh berhenti. Itu sebabnya
untuk melakukan pemotongan harus dikerjakan oleh orang yang bertenaga
kuat. Demikian selanjutnya setiap tahapan selalu melalui ritual
tertentu.
Acara peluncuran perahu phinisi berukuran jumbo di Pantai Panrang Luhu,
Desa Bira, Kecamatan Bontobahari, Bulukumba, pada Selasa malam, 8
November 2011, seperti biasanya, diawali dengan prosesi ritual adat.
Sebagaimana biasa pula, ritual adat dimulai dengan upacara appasili atau
tolak bala. Seperti dilaporkan Ubayd dalam situs web Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Kabupaten Bulukumba (http://bulukumbatourism.com/), untuk
kelengkapan upacara appasili sebelumnya telah disiapkan seikat dedaunan
yang terdiri dari daun sidinging, sinrolo, taha tinappasa, taha siri,
panno-panno yang diikat bersama pimping. Selain itu, juga disiapkan
kue-kue tradisional seperti gogoso’, onde-onde, songkolo’, cucuru’, dan
lain-lain.
Upacara dimulai tepat pada pukul 21.00 wita. Pembuat kapal dan sanro
(dukun), serta tamu khusus dan tokoh masyarakat duduk berhadap-hadapan
di atas geladak kapal mengelilingi kelengkapan upacara yang akan dipakai
dalam upacara appasili.
Tak lama kemudian, terlihat mulut sanro berkomat-kamit membacakan
mantera-mantera songkabala atau tolak bala. Di depan sang sanro terdapat
sebuah wajan yang berisi air (dari mata air) dan seikat dedaunan untuk
membacakan mantera dengan khidmat dan khusuk. Air tersebut kemudian
dimantera-manterai sambil diaduk-aduk dengan menggunakan seikat dedaunan
yang telah dipersiapkan sebelumnya. Setelah pembacaan mantera selesai,
tersebut dipercikkan ke sekeliling perahu dengan cara dikibas-kibaskan
dengan ikatan dedaunan tadi. Setelah upacara selesai, kemudian para tamu
dijamu dengan penganan tradisional.
Ritual Ammossi
Puncak acara ritual adalah ammossi, yakni penetapan dan pemberian pusat
pada pertengahan lunas perahu yang selanjutnya akan dilakukan penarikan
perahu ke laut. Pemberian pusat ini berdasar pada kepercayaan bahwa
perahu adalah “anak” punggawa / panrita lopi (pembuat perahu). Berdasar
pada kepercayaan itu, maka upacara ammossi merupakan merupakan
simbolisasi pemotongan tali pusar bayi yang baru lahir.
Sebelum prosesi ammossi dilakukan, seluruh kelengkapan upacara disiapkan
di sekitar pertengahan lunas perahu yang merupakan tempat upacara.
“Punggawa” atau pembuat perahu berjongkok di sebelah pertengahan lunas
perahu berhadapan dengan sanro. Tak lama kemudian mulut sanro
berkomat-kamit membacakan mantera sambil membakar kemenyan. Selesai
membaca mantera, sang sanro membuat lubang di tengah kalabiseang,
selanjutnya kalabiseang dibor sampai tembus ke sebelah kanan lunas
perahu.
Setelah prosesi ammossi selesai, dimulailah ritual penarikan perahu ke
tengah laut. Prosesi ini dahulunya memanfaatkan tenaga manusia yang
sangat banyak untuk menarik perahu ke laut, namun karena tonase perahu
sangat berat, prosesi ini sudah menggunakan peralatan yang lebih
“modern”, yaitu katrol.
Pada prosesi peluncuran malam itu, penarikan perahu phinisi menggunakan
katrol dan rantai sebagai simbolisasi penarikan perahu. Perahu yang
ditarik sudah dianggap masuk ke laut jika badan perahu telah menyentuh
air laut.
Sejarah Phinisi
Perahu Phinisi telah digunakan di Indonesia sejak beberapa abad yang
lalu. Perahu phinisi diperkirakan sudah ada sebelum tahun 1500-an.
Menurut naskah Lontarak I Babad La Lagaligo, perahu phinisi (ketika itu
belum diberi nama phinisi) pertama sekali dibuat oleh Sawerigading,
Putera Mahkota Kerajaan Luwu, pada abad ke-14, untuk berlayar menuju
Negeri Tiongkok. Sawerigading menuju Tiongkok untuk meminang Putri
Tiongkok yang bernama We Cudai.
Sawerigading berhasil sampai di Negeri Tiongkok dan juga berhasil
memperisteri Puteri We Cudai. Setelah beberapa lama tinggal di Negeri
Tiongkok, Sawerigading kembali ke kampung halamannya dengan menggunakan
perahu phinisinya ke Luwu.
Menjelang masuk perairan Luwu, perahu phinisi diterjang gelombang besar
dan perahu tersebut terbelah tiga yang terdampar di Desa Ara, Desa Tanah
Beru, dan Desa Lemo-lemo. Masyarakat pada ketiga desa tersebut kemudian
merakit pecahan kapal tersebut menjadi perahu yang kemudian dinamakan
Phinisi.
Dua Jenis
Ada dua jenis perahu phinisi, yaitu Lamba atau Lambo dan Palari. Phinisi
jenis lamba atau lambo adalah perahu phinisi modern yang masih bertahan
sampai saat ini dan sekarang dilengkapi dengan motor diesel (PLM),
sedangkan perahu phinisi jenis palari adalah bentuk awal perahu phinisi
dengan lunas yang melengkung dan ukurannya lebih kecil dari jenis Lamba.
Terancam Punah
Para pengrajin perahu Phinisi di Kabupaten Bulukumba telah beberapa kali
memasarkan perahu phinisi ke luar negeri. Negara yang menjadi pasar
mereka antara lain Singapura, Papua Nugini, Polandia, Australia,
Perancis, Jerman, dan sejumlah negara Eropa lainnya.
Meskipun namanya sudah terkenal ke seantero dunia, perahu phinisi harus
menghadapi kenyataan bahwa “mereka” kini terancam punah. Kendala utama
yang dihadapi para pengrajin perahu phinisi di Bulukumba saat ini adalah
masalah kayu atau bahan baku pembuatan perahu phinisi.
Bahan baku kayu selama ini didatangkan dari Kalimantan. Kebijakan
pemerintah yang membatasi pengadaan kayu dari Kalimantan membuat banyak
pengrajin perahu yang pindah ke Kalimantan, Papua, dan Kendari, Sulawesi
Tenggara.
“Kalau mereka pindah, jelas yang dirugikan adalah Bulukumba sendiri
karena kehilangan orang-orang potensial,” kata Kadisbudpar Bulukumba,
Andi Nasaruddin Gau, kepada wartawan di Bulukumba, seperti diberitakan
harian Tribun Timur, Makassar, Senin, 7 November 2011.
Nasaruddin berharap Pemprov Sulsel turun tangan mencari solusi agar pengrajin Phinisi di Bulukumba tidak punah.
9:14 PM
Recently South Sulawesi provincial government proclaimed the year 2011 or visit excursions makassar.
Of course we hope there is new excitement in the tourism sector, not just the city of Makassar, but certainly other cities in South Sulawesi which have tourism potential must be prepared.
Makassar city government target of 2 million visitors, a figure that pantastis enough to attract the tourists, both local and foreign tourists.
Then if the city government Bulukumba ready?, and what kind of preparation that?, as we all know that the cape pleased Bulukumba have already quite famous, but with the capital that was not enough to welcome tourists visiting year 2011.
Necessary preparations are more special to welcome tourists visiting year 2011, as far as our observations, that the promontory should clean pleased, because the cape was pleased that almost no change with cape pleased that now in terms of infrastructure.
Our hope of course with the moment of tourist visits, 2011 cape would be better pleased
Visit Makassar 2011
Of course we hope there is new excitement in the tourism sector, not just the city of Makassar, but certainly other cities in South Sulawesi which have tourism potential must be prepared.
Makassar city government target of 2 million visitors, a figure that pantastis enough to attract the tourists, both local and foreign tourists.
Then if the city government Bulukumba ready?, and what kind of preparation that?, as we all know that the cape pleased Bulukumba have already quite famous, but with the capital that was not enough to welcome tourists visiting year 2011.
Necessary preparations are more special to welcome tourists visiting year 2011, as far as our observations, that the promontory should clean pleased, because the cape was pleased that almost no change with cape pleased that now in terms of infrastructure.
Our hope of course with the moment of tourist visits, 2011 cape would be better pleased
10:15 PM
As in previous years, has always been a central promontory pleased concentration Bulukumba community to celebrate the coming New Year.
2011 new year celebration this time also no less lively with a year earlier, preparations must be very ripe, from the readiness of security forces who guard long before the coming new year 2011.
The goal of course for the community can celebrate the new year 2011 with a peaceful atmosphere.
Entering the seconds turn of the year 2010 to year 2011, can be sure will be marked by fireworks dang trumpet blowing everywhere, so also is happening in Tanjung Bira, the fireworks seemed to be a sign that we had left in 2010 and entered the year New 2011.
Team Phinisi Boat, Saying Happy New Year 2011, hopefully 2011 will be better than the previous year.
Celebrating New Year 2011 in Tanjung Bira Party With Fireworks
2011 new year celebration this time also no less lively with a year earlier, preparations must be very ripe, from the readiness of security forces who guard long before the coming new year 2011.
The goal of course for the community can celebrate the new year 2011 with a peaceful atmosphere.
Entering the seconds turn of the year 2010 to year 2011, can be sure will be marked by fireworks dang trumpet blowing everywhere, so also is happening in Tanjung Bira, the fireworks seemed to be a sign that we had left in 2010 and entered the year New 2011.
Team Phinisi Boat, Saying Happy New Year 2011, hopefully 2011 will be better than the previous year.
5:53 PM
If in case you want to vacation in Tanjung Bira, do not forget to stop for a moment in Tanjung Bira, One of the main access to the Cape of Bira is Tanahberu.
Tanahberu Is one of the main access to the tourist beach of Tanjung Bira. In fact Tanahberu also is one of the attractions before you get to Tanjung Bira.
From Tanahberu, you still have to go on about 14 kilo meters to the tourist beach of Tanjung Bira.
In tanahberu You can also see the process of making a traditional sailboat, the process of building a traditional sailboat hereditary done by the Society tanahberu, Ara, Lemo-Lemo and the village of Bira.
Do not forget if you want to Tanjung Bira attractions, stop by first to Tanahberu to look at the process of making traditional sailboat Phinisi.
Stop by at Tanahberu If the Tanjung Bira
Tanahberu Is one of the main access to the tourist beach of Tanjung Bira. In fact Tanahberu also is one of the attractions before you get to Tanjung Bira.
From Tanahberu, you still have to go on about 14 kilo meters to the tourist beach of Tanjung Bira.
In tanahberu You can also see the process of making a traditional sailboat, the process of building a traditional sailboat hereditary done by the Society tanahberu, Ara, Lemo-Lemo and the village of Bira.
Do not forget if you want to Tanjung Bira attractions, stop by first to Tanahberu to look at the process of making traditional sailboat Phinisi.
1:41 AM
If you travel in Tanjung Bira or in Bulukumba, Here are some lodging addresses that you can use with a relatively cheap price
Accommodation In Bulukumba And Tanjung Bira
Especially for the City Bulukumba
- Wisma Arini. St.Dato Tiro No. 161 Bulukumba Tlp. 0413 85173
- Wisma Arafah. St. Pisang No. 21 Bulukumba
- Wisma Awal fajar. St.Pisang No. 19 Bulukumba Tlp.0413 812161
- Wisma Ayu St.Sudirman No.35 Bulukumba Tlp.0413 81886
- Wisma Handayani St.Pettarani No. 02 Bulukumba Tlp. 0413 881243
- Wisma Andira St. Dato Tiro No.32 Bulukumba Tlp.0413 81549
- Wisma Dato Tiro St. Dato Tiro No.32 Bulukumba Tlp. 0413 81549
- Wisma Yul St. Dr.Moh. Hatta No.47 Bulukumba Tlp.0413 81385
- Penginapan Sinar Jaya St. Sawerigading No.44 Bulukumba Tlp.44481069
- Penginapan Sinar Fajar St. A. Sultan Dg Raja No.37 Tlp.0413 82530
Special To Tanjung Bira
- Nusa Bira Indah Hotel. Bira Beach Tourism Regions Tlp. 0413 83519
- Pondok Purnama. Bira Beach Tourism Regions
- Pondok Amma Toa Bira Beach Tourism Regions
- Sapolohe Hotel Bira Beach Tourism RegionsTlp.0413 82128
- Bira Beach Hotel. Bira Beach Tourism Regions Tlp.0413 81515
- Pondok Tanjung Bira Bira Beach Tourism Regions
- Pondok Bahagia Bira Beach Tourism Regions Tlp.0413 83599
- Bira View Inn Bira Beach Tourism Regions Tlp. 0413 82043
- Penginapan Usman Jalil Bira Beach Tourism Regions Tlp. 0413 81321
- Riswan Bungalow Bira Beach Tourism Regions Tlp.0413 82125
- Tanjung Bira Cottage Bira Beach Tourism Regions Tlp.0413 83522
- Anda Bungalow Bira Beach Tourism Regions Tlp.0413 82125
- Riswan Guest House Bira Beach Tourism Regions Tlp.0413 82187
- Malboro Hotel Bira Beach Tourism Regions Tlp. 0413 81458
7:33 PM
In addition to Tanjung Bira Beach and Beach Mandala Desa Ria in Ara, about 7 km from the site of the Boat Phinisi in Tanahberu, there is the location of tourism development Lemo-Lemo Coast. This area is an area of 508 ha. Currently District Government Bulukumba provide opportunities to businesses to develop this area.
Investors who are interested to invest their capital, by regional governments to provide convenience. Lemo-Lemo Beach potentially be made in the middle and upper class tourist attractions. Attractions can be found here, in addition to beautiful beaches, in this place you can feel the cool air of protected forest and the melodious chirping of birds as well as attractions and pack-pack monkey jumps from tree to tree one another.
Not only that this beach has beautiful coral reefs with many kinds of ornamental fish. In the evening you will see a panorama of twilight, when the sun will set. The combination of forests and beaches make this area the potential to be developed
KDPYEWBTZ8U6
Lemo-Lemo Beach In Tanahberu
Investors who are interested to invest their capital, by regional governments to provide convenience. Lemo-Lemo Beach potentially be made in the middle and upper class tourist attractions. Attractions can be found here, in addition to beautiful beaches, in this place you can feel the cool air of protected forest and the melodious chirping of birds as well as attractions and pack-pack monkey jumps from tree to tree one another.
Not only that this beach has beautiful coral reefs with many kinds of ornamental fish. In the evening you will see a panorama of twilight, when the sun will set. The combination of forests and beaches make this area the potential to be developed
KDPYEWBTZ8U6
2:21 PM
If you travel to Makassar, South Sulawesi, it's not complete if you are not visited one of the area is famous for its boat and beach cape Phinisi pleased.
Tanahberu, geographically located in the district. Bulukumba South Sulawesi Province of Indonesia. about 14 kilo meters from Tanahberu, there is a tourist area which have.
Tanjung Bira area is famous for its white sand is gorgeous, it is not surprising if many tourist, both foreign and local tourists who spent his holiday at the beach cape pleased.
Tanjung Bira very popular in parts of the world, cape region is pleased that an international tourist attraction, every facility is here, ranging from tennis courts, lodging, diving, until the most soothing eye is tens liukang that lie right in front of promontory pleased.
For you must never miss the tourist area of Cape pleased if for example you come to Makassar
Let's Go Visiting Tanahberu And Tanjung Bira
Tanahberu, geographically located in the district. Bulukumba South Sulawesi Province of Indonesia. about 14 kilo meters from Tanahberu, there is a tourist area which have.
Tanjung Bira area is famous for its white sand is gorgeous, it is not surprising if many tourist, both foreign and local tourists who spent his holiday at the beach cape pleased.
Tanjung Bira very popular in parts of the world, cape region is pleased that an international tourist attraction, every facility is here, ranging from tennis courts, lodging, diving, until the most soothing eye is tens liukang that lie right in front of promontory pleased.
For you must never miss the tourist area of Cape pleased if for example you come to Makassar
6:12 PM
Bulukumba District is located in the southern part of South Sulawesi province, located 150 Km or about 3 hours drive from the city of Makassar. The total area of Bulukumba were: 1.1544.67 km2, with an estimated population of 384,164 souls who inhabit the 10 sub-districts with 123 villages.
Community Bulukumba have two languages, namely language and language bugis makassar (konjo). Bulukumba is one tourist destination in south Sulawesi.
Bulukumba have a complete tourist attraction. In general Bulukumba have a natural tourist attraction, art and culture, and history and agrotourism.
blend of natural and cultural support Bulukumba makes an ideal area for sightseeing. Bulukumba has been known in various parts of the world, thanks to the expertise of the sons of Bulukumba make Phinisi boat, even more than that the best sons Bulukumba have demonstrated to the world of sailing skill and bravery.
Phinisi boats sailed the Pacific Ocean archipelago to vancouver canada, Phinisi Hati Marege penetrate free ocean in the south-east Timor to Darwin Australia, Phinisi Amannagappa sailed to Madagascar, and Damar Sagara serves Bulukumba-Makassar route-Samarinda-Japanese-Philippines-American.
There are several tourist attractions in Bulukumba interesting to visit, such as the making of boats Phinisi in Tana beru, white sand beaches cape pleased, mandala ria coast, beach Lemo-Lemo, samboang beach, top cowboy Pua, Amma Towa customs area, the tomb of speech Tiro, natural bath hila-hila, rubber plantations, and natural baths in the entire stock rappoa kindang bravo.
Potential Tourism In Bulukumba
Community Bulukumba have two languages, namely language and language bugis makassar (konjo). Bulukumba is one tourist destination in south Sulawesi.
Bulukumba have a complete tourist attraction. In general Bulukumba have a natural tourist attraction, art and culture, and history and agrotourism.
blend of natural and cultural support Bulukumba makes an ideal area for sightseeing. Bulukumba has been known in various parts of the world, thanks to the expertise of the sons of Bulukumba make Phinisi boat, even more than that the best sons Bulukumba have demonstrated to the world of sailing skill and bravery.
Phinisi boats sailed the Pacific Ocean archipelago to vancouver canada, Phinisi Hati Marege penetrate free ocean in the south-east Timor to Darwin Australia, Phinisi Amannagappa sailed to Madagascar, and Damar Sagara serves Bulukumba-Makassar route-Samarinda-Japanese-Philippines-American.
There are several tourist attractions in Bulukumba interesting to visit, such as the making of boats Phinisi in Tana beru, white sand beaches cape pleased, mandala ria coast, beach Lemo-Lemo, samboang beach, top cowboy Pua, Amma Towa customs area, the tomb of speech Tiro, natural bath hila-hila, rubber plantations, and natural baths in the entire stock rappoa kindang bravo.
6:38 AM
Bira beach is a headland, famous for its beautiful beaches with white sand, clear water and ideal for swimming and diving. is a small island with white sand along the long edge.
Bira beach is located about 41 kilometers east Bulukumba. Near the beach is a place where traditional boats are built, called Tana Beru. In this construction you can see different types of boats of different sizes. boat “Pinisi Archipelago” was also made here. This sailing boat has crossed the Pacific Ocean, another famous sailing ship was “Ammanagappa” to navigate to Madagascar.
Another typical activity is often carried out by the tourists are diving and snorkling, landscapes and biodiversity will satisfy your thirst of nature unspoiled. Diving and snorkeling can be practiced on the island Selaya and Taka Bone Rate. Taka Bone Rate in the Southeast is located Selaya Island and the northern island of Bone Rate, is 2220 km2. Taka Bone Rate, has the third longest coral reef in the world. (Longest is Kwajalain in Marshall Island, is 20% larger). Some of the island, with a large coral reef, now part of the Taka Bone Rate Marine Reserve, which is a Marine Reserve, which has a variety of marine life and birds.
We are looking forward to your arrival at the beach headlands joy, enjoy and feel the charm that will make you want to go back there again.
White Sand Tanjung Bira in South Sulawesi
Bira beach is located about 41 kilometers east Bulukumba. Near the beach is a place where traditional boats are built, called Tana Beru. In this construction you can see different types of boats of different sizes. boat “Pinisi Archipelago” was also made here. This sailing boat has crossed the Pacific Ocean, another famous sailing ship was “Ammanagappa” to navigate to Madagascar.
Another typical activity is often carried out by the tourists are diving and snorkling, landscapes and biodiversity will satisfy your thirst of nature unspoiled. Diving and snorkeling can be practiced on the island Selaya and Taka Bone Rate. Taka Bone Rate in the Southeast is located Selaya Island and the northern island of Bone Rate, is 2220 km2. Taka Bone Rate, has the third longest coral reef in the world. (Longest is Kwajalain in Marshall Island, is 20% larger). Some of the island, with a large coral reef, now part of the Taka Bone Rate Marine Reserve, which is a Marine Reserve, which has a variety of marine life and birds.
We are looking forward to your arrival at the beach headlands joy, enjoy and feel the charm that will make you want to go back there again.
Subscribe to:
Posts
(
Atom
)